Hari Guru...
Well tulisan ini rupanya gagal posting di FB saat saya
menulisnya 25 November lalu.
Selasa (25/11) lalu saya tiba-tiba merasa penting
meninggalkan sebuah cerita di akun medsos saya demi mendokumentasi hari yang
lumayan istimewa ini.
Bukan karena guru yang jadi pekerjaan saya kini sedang
diperingati negeri ini hari kelahiran organisasi profesinya saja. Tapi ada
nilai tambah demi mendengar sebuah surat dari pak menteri.
Jokowi kini sudah jadi presiden dan Anies Baswedan kini
ditunjuk sebagai menteri pendidikan dan kebudayaan yang baru. Lalu bagaimana
suasana baru ini? Suasana kala pembuat kebijakannya adalah orang-orang yang
saya segani? Lumayan punya asa rupanya.
Adalah saat amanat pembina upacara pagi tadi jadi inti
ceritanya. Di tengah-tengah riuhnya siswa yang mulai kehilangan konsentrasi
kala pembina upacara terpaku pada surat menteri pendidikan yang dibacakan,
sepercik embun seakan membasahi dahaga kebanggaan.
Surat dari pak menteri untuk guru seluruh indonesia itu
sungguh memesona saya lewat jalinan kata yang terkesan hebat dan menyentuh. Tak
banyak hal hiperbola yang disaji, namun sebagai guru saya merasa penting hari
ini. Sejenak saya mengingat jalinan kata yang kongruen dengan bahasa pidato
Jokowi di konser Salam Dua Jari kala kampanye itu. Sepertinya duga teman saya
yang seorang editor surat kabar itu tak salah: pidato Jokowi itu tentu disusun
Anies Baswedan yang sungguh santun bertutur.
Saya merasa dihormati kala surat yang dibaca Ibu kepala
sekolah saya itu dibuka dengan ucapan terima kasih untuk semua guru di
Indonesia. Dengan sadar Pak Menteri menyadari betapa banyak guru telah berbuat
untuk bangsa ini.
Saya merasa guru jua dihargai saat sang menteri juga
bertutur soal permohonan maaf karena negeri ini belum menempatkan guru di
tempat yang seharusnya. Secara terbuka Anies menyadari kalau banyak hak guru
yang belum dituntaskan negeri ini sejauh langkah yang terjalani.
Yang saya tahu tak pernah sebelumnya bahkan presiden yang baru
berlalu itu mengucapkan secara santun pernyataan tadi dan lebih banyak menebar
janji belaka yang tak pernah benar-benar terlaksana secara menyeluruh.
Saya bergetar kala pernyataan itu dibacakan: Pilihan
Bapak/Ibu menjadi guru bukanlah sebuah pengabdian semata; tapi sebuah langkah
terhormat sebagai membangun arah bangsa ini. Wew, hebat betul kami para guru
yah.
Dan ketimbang janji manis, kata-kata ini lebih menbangun
sepertinya: Potret negeri kita saat ini adalah buah pendidikan di masa lalu, maka
potret bangsa kita masa depan adalah pendidikan kita di masa ini. Dengan kata
lain, apa yang dibuat guru saat ini adalah masa depan negeri ini. Bangsa kita
yang korup dan sebagainya karena masa lalu melazimkan hal itu, bila sebaliknya
terjadi kini maka masa depan akan jauh dari hal itu.
Mungkin ini terasa muluk dan mengawang-awang, namun saya
mendadak bangga menjadi seorang guru. Walau kami mungkin tak akan kaya raya
secara materi, namun secara rohani kami adalah foktor penentu bangsa dan masa
depannya.
Masih dikeriuhan siswa saya mulai berpikir, seru juga
harapan di bawah arahan orang yang kita kagumi dan memang punya kapabilitas.
Sepertinya saya mulai bangga pada menteri pendidikan kali ini layaknya respek
saya pada orang-orang seperti Gus Dur, Antasari Azhar, Jokowi, dan Ahok. Memang
saya sedang melamar satu posisi di kementerian Pak Anies, namun diterima atau
tidaksaya kagum pada orang ini.
Setidaknya untuk saat ini saya merasa 10 tahun yang saya
jalani sebagai guru tak percuma belaka. Walau belum jadi apa-apa, namun
ternyata karya saya nyata (setidaknya murid-murid saya sudah jadi kepanjangan
tangan saya untuk negeri ini). Tiba-tiba saya jadi nasionalis dan perasa....
Hari guru kemarin ini memang cukup melelahkan. Rangkaian
lomba yang memeriahkan momen di sekolah kami sungguh menguras tenaga karena
kami para guru harus terus menemani OSIS sebagai pengarah. Namun semua tak
lepas begitu saja. Hari ini akan saya ingat lewat surat Pak Menteri dan tentu
saja, gol untuk tim guru di lapangan futsal tadi J.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar