Diam beberapa lama ini, terus terang karena saya antipasti dengan
persepakbolaan nasional dewasa ini. Tapi, kurang afdol rasanya di momen ini tak
bersuara sedikitpun seperti sebelumnya.
Timnas kita akhirnya berkesempatan melawan Belanda, satu Negara
yang saya kiran punya nilai tersendiri untuk dihadapi Indonesia. Kenapa, karena
Negara itu jelas sebuah Negara yang secara historis pernah mengeksploitasi
tenaga leluhur kita di masa lalu.
Bukan karena pelajaran sejarah (PSPB masa SD dulu) semata
yang jadikan Belanda seolah begitu menjengkelkan diri seharusnya. Tapi kala
saya membaca tulisan Pram di tetralogi Pulau Buru, saya seolah melihat Belanda
adalah semua penguasa saat ini yang begitu korup dan hanya berwacana keadilan
saja semata untuk kepentingan kaumnya. Kalau dulu Belanda bersandiwara dalam hokum
atas nama kulit putih, kini penguasa negeri ini dan para pembesarnya bermain di
dunia hokum untuk partai dan golongannya. Sudahlah, Belanda sudah lama berlalu.
Walau di dunia politis saya menempatkan Belanda sebagai
musuh, namun di dunia lain berdimensi sepakbola saya malah tertarik atas aksi
mereka. Tak hanya Belanda, entah kenapa Jepang sang ekspenjajah negeri ini juga
salah satu gacoan saya.
Okelah, esok Garuda (apapun nama mereka kini) akan bermain
melawan Van Persie Cs. Saya memang realistis mengharapkan “pelajaran” dari Tim
Oranye itu atas Tim Merah Putih yang katanya akan jadi Tim Putih Hijau itu.
Yang saya rindukan adalah aksi di lapangan. Saya menyerah atas perdebatan ini
tim ISL yang lebih jago dari IPL atau sebaliknya. Saya juga tak peduli DAH atau
LNM yang ada di belakang layar terjadinya laga menarik ini. Yang saya tahu
timnas akan bertanding esok, dan semoga 11 orang di lapangan itu bias menunjukkan
sedikit kebanggan buat Indonesia.
Entah Boas Cs akan bersemangat historis atau tidak, namun
saya harap laga ini bukan hanya memperbicangkan prosesi tukar kaos di peluit
akhir wasit saja. Andik Cs mungkin tak punya masalah apapun dengan Belanda,
tapi (walau sedikit chauvinisme) semoga dia bisa memberi senyum buat para arek
Suroboyo era 45 di alam sana. Bukannya menyebarkan aroma permusuhan di dunia
olahraga, tapi tentu akan menarik bila ada garam perseteruan antarleluhur di
laga eksebisi ini.
Saya yakin bila pemuda nusantara puluhan tahun lalu akan
bergolak darahnya kala berkesempatan unjuk gigi atas Belanda di hadapan dunia.
Jangan biarkan laga ini berlalu dengan momen santai-santai saja. Jangan kalah
dengan nama besar, apalagi mental terjajah peninggalan kolonialisme.
Saya terkadang heran dengan mental anak-anak bangsa ini yang
berbalut Merah Putih selama ini. Oke di hadapan Arab Saudi kita kalah mental
(kata teman sekantor saya yang frontal, mental TKI dan pembantu di hadapan
majikan sering muncul di laga besar), tapi di depan Irak-yang tak tahu saya apa
mereka punya asisten rumah tangga dari anak negeri kita dan saya piker Negara miskin
karena perang-kok mental timnas kita juga mudah tertekan. Baru berhadapan
dengan Negara pengguna jasa rakyat kecil kita sudah begitu, bagaimana
menghadapi tim kelas dunia semacam Belanda yang secara historis malah mngeksploitasi
keringat leluhur kita di masa lalu. Jadi, pertama, seriuslah di laga ini wahai
Garuda. Kedua, singkirkan takutmu dan yakinlah bahwa ada hal lebih yang
positif, yang bisa kita tunjukkan di
satu sisi apapun itu.
“Ke Pancoran ke rumah Nia
Jangan lupa membeli duku
Walau Van Persie memang jago dunia
Indonesia tetap jago di hatiku”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar