Kadang kala hati ini ingin acuh pada apa yang terjadi dalam sepakbola
tanah air. Melihat apa yang terjadi berkepanjangan ini, rasanya ingin
sekali tak memedulikan lagi apa yang terjadi di kisruhnya dunia
sepakbola domestik ini.
Semuanya sebenarnya terang benderang antara siapa yang sebenarnya hendak
mengasuh dan siapa yang hendak mengacaukan, tapi kehebatan gurita
penghancur betul-betul merasuk dan jadi kanker yang tak bisa sepenunya
dinetralkan dengan upaya kemoterapi sang pengasuh.
Waktu sudah berlarut, dan perlahan orang-orang yang tadinya peduli
mundur atas nama waktu yang mulai habis dalam debat kusir dengan gurita
busuk yang menjelma jadi garuda. Inilah yang sepertinya diharapkan oleh
kubu lawan dalam peperangan ini.
Kubu pengasuh berupaya tuk mengakomodir kepentingan setiap pihak dengan
porsinya masing-masing, sementara kubu penghancur berlagak hendak
berdampingan walau hanya upaya mengulur waktu agar kubu lawan kehabisan
logistik sebelum pertempuran yang sesungguhnya berlangsung.
Perlahan hati mulai jengah atas perseteruan yang tak kunjung
berkonfrontasi secara langsung dan hanya berputar-putar malu dalam
wacana tapi tak jua konkret menentukan siapa yang sebenarnya punya
kekuatan.
Bagi saya yang kehabisan waktu menghadapi masalah ini dan banyak lagi
yang seperti saya, yang terpenting kini adalah intervensi langsung dari
induk regional, kontinental, dan dunia. Waktu sudah banyak habis. Tak
perlu rasanya perundingan lebih lanjut, karena jelas salah satu kubu
memang tak berniat islah sejak awal.
Hukuman FIFA atau apapun itu cepatlah turun, biarlah garuda menemui
hakim untuk menetukan jati dirinya. Melawan ketidakbenaran memang suatu
perjuangan mulia, tapi bila semua daya telah tersaji dan tak kunjung
membuahkan hasil, ada kalanya kita harus legowo keluar dari medan
pertempuran.
14 September 2012 | 11:50
Tidak ada komentar:
Posting Komentar