
VIncent Kompany mengangkat trofi Liga Inggris
Baru saja berakhir gelaran panjang BPL
musim 2013-2014, dan pelbagai cerita tersaji dengan cukup dramatis.
Akhirnya kita harus mengucap selamat pada sang juara dan mengetahui
hasil perolehan setiap tim sepanang tahun putaran.
Kalau merunut gelaran kali ini, di awal
mungkin yang jadi sorotan adalah Manchester United dan Chelsea. Seperti
kita tahu, telah terjadi suksesi kepelatihan dari era Sir Fergie pada
David Moyes. Setan merah juga punya debutan yang menarik dari hasil sesi
rekrut, di mana masuknya Felaini dan Juan Mata memberi asa tersendiri
pada era baru ini. Pun di kubu London Biru, kembalinya Mourinho seakan
membangkitkan gairah, terutama akan kembalinya sosok Lampard yang
merupakan anak emas The Special One jadi protagonis plus masuknya nama
Samuel Eto’o..
Namun guliran cerita kemudian begitu
dinamis. Arsenal yang banyak dikira sudah habis sempat menggigit di awal
musim. Dengan aksi Ozil yang direkrut di detik akhir, Meriam London
sungguh menjanjikan. Seakan kehadiran mereka di Senayan di masa rehat
tengah tahun lalu sungguh sebuah start tim juara. Namun selepas tengah
musim anak-anak Wenger jatuh perlahan tapi pasti dan muncullah Chelsea
sebagai penguasa.
Sempat lama memimpin, Mou seakan-akan
back to back dari mimpi lama sepuluh tahun silam. Kalau saja tak
terkecoh dengan masalah tabungan jadwal, para penonton mungkin tertipu
dengan jauhnya keunggulan The Blues hingga kuartal ketiga musim ini.
Namun kembali kejatuhan menimpa dan Liverpool mulai menunjukkan aksi.
Siapa nyana anak-anak Brandon Rodger itu
akan begitu menggigit musim ini. Walau sempat mengendur di pertengahan
musim, di paruh akhir The Reds seakan akan mengunci juara setelah
membantai City. Aksi Suarez dan Sterling seakan membangkitkan gairah
belasan tahun para Liverpuldian yang telah haus gelar. Namun empat laga
penutup muncullah drama itu. Kekalahan atas Chelsea di kandang sendiri
sepakat kita materaikan sebagai kehancuran bagi The Reds.
Sungguh aneh kala 3 klub BPL yang datang
ke Jakarta bergantian menguasai panggung namun kemudian terlempar. Pada
akhirnya Manchester Citylah yang maju sebagai pemuncak.

Manuel Pelegrini berhasil menjadi juara di eropa
Memulai awal musim dengan performa biasa
saja, namun secara konsisten tim ini muncul dengan semangat tak kenal
menyerah. Menabung beberapa jadwal seakan melenakan pemirsa BPL kalau
ketertinggalan si Blue Moon ini di klasemen liga adalah ancaman bagi tim
pemuncak. Manhester Biru juga tak lekas lempar handuk kala dibungkam
Liverpool di laga krusial. Persis seperti kala Nicky Heyden jadi juara
MotoGP, City hanya berusaha konsisten saja dan akhirnya juara. Tak ada
kemenangan mencolok. Skor tipis namun konsisten menang dan tanpa aksi
one man show anak-anak Pallegrini akhirnya angkat trofi baru saja.
Selamat buat City. Kalau saja mau
menonton “There is only one Jimmy Grimble”, tentunya Anda akan sepakat
untuk katakan Jimmy pasti gembira malam ini. Walau tak ada aksi dramatis
Fergie Time model dua tahun lalu, titel kali ini menunjukkan sebuah
bukti bahwa konsistensi lebih unggul dari sensasi, Bulan Biru kota
Manchester bersinar malam ini ke seluruh Inggris.
Akan halnya tim sekota, sepertinya kita
harus menungu musim depan untuk melihat Red Devil kembali bertaji.
Semoga tak ada rekor baru lagi selepas Fergie. Gagal dapat tiket eropa
saja sudah sebuah prestasi keji, apa mungkin akan lebih gila bila mereka
terelegasi? Akh, sepertinya Inggris tak sekejam spanyol untuk melempar
timnya dari pucuk divisi atas ke pangkal divisi di bawahnya.
Sampai jumpa musim depan, mari sambut aksi aktor BPL di Piala Dunia yang sudah di depan mata. (ds-ejr).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar