
Sturridge mencetak gol di menit 65
Seperti yang kita urai kemarin, akhirnya
sejarah akan mencatat BPL sesuai fakta yang kita ketahui bersama. City
juara dan akhirnya tak saja menguasai Manchester, tapi Inggris. Musim
yang berlalu tanpa Fergie ini akhirnya komplet terjalani.
Sesuai judul saya, sorot akan saya
arahkan pada kegagalan The Reds yang seakan sungguh membuang peluang di
depan mata. Era Fergie berjalan dengan impotensi di pihak Liverpool.
Sejak saya-dalam masa remaja-memantau Liga Inggris di pertengahan era
90-an dulu, Liverpool yang kita ketahui punya nama besar masa lalu mulai melempem dan tak berdaya.
Seingat saya, kala Alan Shearer membawa
Blackburn juara saat itu Liverpool masih disegani. Memang nama besar itu
masih ada hingga kini, namun Liverpool saat itu setara Madrid saat ini
mungkin. Beberapa musim tak juara, namun punya potensi laten tuk kembali
unggul. Jadi, era Robbie Fowler di saat itu masih menampakkan
seksivitas Si Merah.
Namun setelah memasuki awal 2000-an,
pertengahan, dan akhir dasawarsa pertama abad 21, Liverpool mulai makin
rontok dan nampak hanya jadi penggembira. Era Owen yang hasilkan “treble
winner kawe dua” (juara FA, Piala Liga, dan Piala UEFA) sepertinya jadi
olok-olok di Inggris. Kala Gerrad dkk membuka mata dunia di final UCL
lawan AC Milan, semua tetap memandang sebelah mata kesuksesan itu karena
juara liga domestik tak kunjung terulang. Di era Fergie menguasai
daratan Inggris setelah class of 92 mekar dan berbuah, analogi yang
cocok untuk Liverpool mungkin adalah Inter Milan sebelum era Calciopoli
terbongkar.
Waktu pun bergulir perlahan namun pasti.
Akhir era Fergie pun tiba setelah juara terbanyak Inggris resmi direbut
dari Liverpool. Kebanggaan domestik yang tertinggal hanyalah jumlah
trofi Piala Champion yang masih belum terkejar Red Devils.
Musim ini memang bergulir tanpa ada
ekspektasi akan kejutan dari Liverpool. Semua mata memandang Moyes dan
Mourinho, di samping Palegrini yang punya pundi uang berlimpah. Bersama
dengan Arsenal dan Tottenham, The Reds diperkirakan akan berebut posisi 4
sebagaimana biasa dalam dasawarsa terakhir.
Siapa nyana kalau Si Merah ini akhirnya
menggeliat. Aksi Suarez yang sehebat Batistuta campur Di Canio, menurut
saya memaksa perhatian dunia untuk menyambut kembalinya takdir sebagai
tim juara mampir ke Anfield.
Bulan lalu, saya yang mengira Chelsea
akan mengunci klasemen musim ini terhenyak akan aksi Skrtel dkk ini
menggulingkan City dan unggul atas Chelsea. Tekat Gerrard yang akan
menganggap setiap laa sisa sebagai final membuat saya mengubah prediksi
saya bahwa memang tahun ini punya The Reds. Dunia juga mulai
menggaungkan prediksi serupa.
Saat ini, di era awal tanpa Fergie, Si
Merah yang lama dibungkam akan berteriak lantang dan raih juara. Agaknya
persaingan dua klub merah ini akan semakin sengit di catatan sejarah.
Lebih indah lagi kalau skenario juara dibarengi kegagalan sang rival
menembus batas posisi ke Eropa. Well, kapan lagi saat yang indah kalau
tak saat ini, itulah pikir saya untuk sebuah cerita menarik.
Tapi semua sepertinya runyam kala fakta
di lapangan malah katakan sebaliknya. Chelsea malah merajut asanya di
saat harusnya Anfield menelan mereka demi skenario seru tadi. Kekalahan
yang bukan hanya membuat Chelsea mendekat, tapi membiarkan City
melakukan coming from behind.

Kekecawaan fans Liverpool
Dor, Liverpool gagal juara. Sejuta
tangis fans mereka yang haus gelar terdengar. Kalaupun saya berhiperbola
nampaknya secara harfiah memang sebanyak itu. Memang belum saat ini,
memang bukan faktor Fergie, atau mungkin memang takdir juara sudah lama
menjauh pergi.
Kemenangan tertunda, lagi dan lagi. Saya
penasaran dengan respon Liverpool menerima semua ini. Akankah runner up
dianggap prestasi yang akan ditingkatkan musim depan, ataukah makin
banyak yang menjauh atas takdir baru sebagai “The Almost” dan bukan “The
Champions”? (ds-ejr).
http://football-indonesia.net/ligainggris/liverpool-kemenangan-yang-tertunda-lagi-35.html
Selasa, 13 Mei 2014 0:49
Tidak ada komentar:
Posting Komentar