saya cuma menegaskan lagi, sebelumnya sudah ada yang
mengurai ini sebagai cerita abunawas. bukan, ini bukan dongeng, kitab
salomo menuliskan cerita itu.
“salomo (sulaiman) adalah raja yang bijak, maka saat ada 2 ibu yang memperebutkan seorang anak dia tahu jalannya. dia menjanjikan membelah anak yang direbuti jadi dua untuk masing2 ibu. ibu palsu jelas saja setuju, setidaknya dia bakal sama2 kehilangan anak sebagaimana si ibu kandung. sang ibu kandung bagaimana? dia mengalah. dia tahu kalau anak itu akan tetap hidup bila dia mengalah, buat apa bertahan pada pengakuan bila hasilnya sang anak mati (walau dia berhak atas setengah tubuh sang anak). hikmat atas kebijakan sang raja memberi bukti nyata siapa sebenarnya yang peduli dialah ibunda kandung sang anak”
jauh waktu bergulir, kini pssi-kpsi berebut hak asuh atas persepakbolaan indonesia. atas nama menyelamatkan sepakbola yang sebenarnya tak terlalu genting keadaannya kpsi berusaha merebut legitimasi pssi. naik ke meja hijau dilakoni, sidang cas, sidang fifa, pengakuan afc, dan sebagainya digawe. ketika setiap usaha tetap berpihak ke pssi, usaha lain lagi diurai. saat akhirnya kondisi tak juga menguntungkan maka muncullah sikap asli sang “ibu palsu”: sang pemimpin kpsi berseru, lebih baik sepakbola indonesia dibekukan bila mereka tak diberi legitimasi.
bagaimana dengan pssi? menyadari adanya kesalahan yang pernah dilakukan, dengan semangat rekonsiliasi, mereka berusaha mengendurkan segala kebijakannya demi dapat merangkul kembali pihak2 yang sempat sakit hati. kalau pun tak sampai mengemis, usaha maksimal sudah diupayakan. ketidaktegasan jadi citra buruk pun tak apa demi bisa kembali bersama sang anak yang diperebutkan. jadi label ibu palsu atau ibu kandungkah yang perlu disematkan?
singkatnya, kita sudah melihat fakta yang tersaji, terang kini siapa yang memainkan peran siapa. tinggal kini berharap putusan afc/fifa yang punya semangat ala salomo.
memang tak sempurna kebijakan daj, tapi toh ini usahanya. biarkan dulu mereka berusaha, jangan ganggu!!
“salomo (sulaiman) adalah raja yang bijak, maka saat ada 2 ibu yang memperebutkan seorang anak dia tahu jalannya. dia menjanjikan membelah anak yang direbuti jadi dua untuk masing2 ibu. ibu palsu jelas saja setuju, setidaknya dia bakal sama2 kehilangan anak sebagaimana si ibu kandung. sang ibu kandung bagaimana? dia mengalah. dia tahu kalau anak itu akan tetap hidup bila dia mengalah, buat apa bertahan pada pengakuan bila hasilnya sang anak mati (walau dia berhak atas setengah tubuh sang anak). hikmat atas kebijakan sang raja memberi bukti nyata siapa sebenarnya yang peduli dialah ibunda kandung sang anak”
jauh waktu bergulir, kini pssi-kpsi berebut hak asuh atas persepakbolaan indonesia. atas nama menyelamatkan sepakbola yang sebenarnya tak terlalu genting keadaannya kpsi berusaha merebut legitimasi pssi. naik ke meja hijau dilakoni, sidang cas, sidang fifa, pengakuan afc, dan sebagainya digawe. ketika setiap usaha tetap berpihak ke pssi, usaha lain lagi diurai. saat akhirnya kondisi tak juga menguntungkan maka muncullah sikap asli sang “ibu palsu”: sang pemimpin kpsi berseru, lebih baik sepakbola indonesia dibekukan bila mereka tak diberi legitimasi.
bagaimana dengan pssi? menyadari adanya kesalahan yang pernah dilakukan, dengan semangat rekonsiliasi, mereka berusaha mengendurkan segala kebijakannya demi dapat merangkul kembali pihak2 yang sempat sakit hati. kalau pun tak sampai mengemis, usaha maksimal sudah diupayakan. ketidaktegasan jadi citra buruk pun tak apa demi bisa kembali bersama sang anak yang diperebutkan. jadi label ibu palsu atau ibu kandungkah yang perlu disematkan?
singkatnya, kita sudah melihat fakta yang tersaji, terang kini siapa yang memainkan peran siapa. tinggal kini berharap putusan afc/fifa yang punya semangat ala salomo.
memang tak sempurna kebijakan daj, tapi toh ini usahanya. biarkan dulu mereka berusaha, jangan ganggu!!
05 June 2012 | 13:23
Tidak ada komentar:
Posting Komentar