
Julio Cesar (abu-abu) akankah kembali menjadi pahlawan Brazil melawan Kolombia
Estadeo Castelao, Fortaleza, Brazil
adalah tempat dunia menyorotkan perhatiannya pada pertarungan besar
saling bunuh antartim Latin di perempat final Piala Dunia Brazil 2014.
Adalah sang tuan rumah Brazil dengan sejuta pesona dan faktor nonteknis
yang menjadi bumbu kisah mereka yang akan mempertaruhkan segala asanya
melawan tim kejutan Kolombia. Wasit Spanyol Carlos Velasco akan
bertindak sebagai pengadil di laga ini.
Bicara soal Brazil, siapa yang tak
mengenal negeri ini menyangkut sepakbolanya. Mereka punya Pele,
Socrates, Zico, Romario, Bebeto, Ronaldo, Dunga, Denilson, Rivaldo,
Ronaldinho, Kaka, Robinho, Fabiano, dan deret bintang lainnya yang
bahkan membuat nama sebesar Jardel atau Elber tak jadi legenda saking
hebatnya talenta sepakbola negeri itu. Tanpa bertanding di negerinya
sendiri pun Brazil adalah sebuah kekuatan yang ditakuti lawan dan
dipuja-puji publik seantero dunia.
Soal pencapaian, jangan ditanya. Tim
Selecao adalah satu-satunya negara dengan lima bintang di emblem mereka
yang menandai pencapaian mereka di sepanjang sejarah piala dunia. Namun
selepas juara dengan mengalahkan Jerman di Korea Selatan-Jepang 2002
lalu, perempat final adalah pencapaian akhir Brazil di Jerman 2006 dan
Afrika Selatan 2010. Kekalahan 0-1 atas Prancis dan 1-2 atas Belanda
pada 2006 dan 2010 harus dijadikan cambuk bagi diri para punggawa Brazil
untuk memeroleh pencapaian lebih tinggi di rumah sendiri.
Namun soal mengulangi kisash indah 12
tahun silam atau melebihi langkah perempat final Brazil perlu upaya
lebih lagi. Bertumpu pada satu nama Neymar di lini depan saja, Brazil
seakan mengulang kisah Luis Fabiano di Afsel 2010 lalu. Belum ada sosok
alternatif yang bisa jadi jalan tengah manakala terjadi kebuntuan.
Seakan Brazil kini jadi Brazil minim bintang dibanding era lalu. Wajar
memang bila sebuah regenerasi ala pelatih Scholari ini punya gayanya
sendiri, namun pencapaian mereka sungguh mengkhawatirkan sebagai tim
unggulan.
Hampir buntu dan perlu triger dari
hadiah penalti kala melawan Kroasia di partai pembuka saat menang 3-1,
Brazil nampak buntu menghadapi tim dengan presing ketat Meksiko dan
berakhir 0-0. Walau beroleh kemenangan besar 4-1 kontra Kamerun, laga
ketiga Brazil tak banyak dibicarakan karena terjadi atas tim tanpa
harapan lolos ke 16 besar. Terakhir di perdelapan final Fred cs hanya
menang adu keberuntungan dari titik putih melawan Alexis Sanchez cs kala
bermain dengan tim penuh semangat Chile. Banyak yang merasa Brazil tak
layak menang di laga itu sesungguhnya.
Namun inilah Brazil, tim masternya
turnamen dunia. Kali ini yang menjadi lawan adalah negeri tetangganya,
Kolombia. Melihat kisah Kolombia sejauh ini, publik Brazil bisa jumawa
dengan pencapaian mereka. Sungguh Kolombia bukan apa-apa dibanding
Brazil.
Kolombia baru lima kali lolos ke putaran
final piala dunia. Kala Brazil jadi juara untuk kedua kalinya di Chile
1962, Kolombia baru berdebut dan hanya jadi juru kunci Grup 1. Francisco
Zuluagha dkk saat itu jadi pahlawan Kolombia hanya atas dasar bisa
tampil di Chile semata. Kolombia juga harus menunggu lama untuk kembali
lagi pada Italia 1990. Di era itu Carlos Valderrama cs punya pencapaian
terhebat mereka, lolos ke 16 besar. Di Amerika Serikat 1994 dan Prancis
1998 Kolombia kembali hanya beredar di fase grup. Setelahnya, Kolombia
tak pernah ambil bagian.
Brazil 2014 ini adalah ajang kembalinya
Kolombia ke level utama sepakbola dunia setelah menghilang 16 tahun
lamanya. Di bawah asuhan Jose Pekerman, Mario Yepes cs sesungguhnya tak
terlalu diperhitungkan. Kehilangan bintang utama mereka di fase
kualifikasi yang juga bermain memikat di eropa Radamel Falcao adalah
awal kisahnya. Dengan keberadaan Falcao saja predikat Kolombia hanya
kuda hitam, bagaimana bila tanpa sang bintang?
Kolombia beruntung berada di grup lunak
bersama lawan yang relatif setara kekuatannya. Melawan Yunani Juan
Cuadrado dkk berpesta 3-0. Menghadapi Pantai Gading, Fredy Guarin cs
menang 2-1 dan memastikan tiket 16 besar. Lalu melawan Jepang Jackson
Martinez mengajak Kolombia berpesta 4-1 untuk menyamai pencapaian
Valderrama di Italia 1990. Berbekal denga tiga kemenangan yang membuat
tim seakan sudah “nyetel” tak ada kesulitan buat Kolombia menelan
Uruguay dengan dua gol dari sang bintang utama di Brazil 2014: James
Rodriguez.
Lenyapnya nama Falcao ternyata jadi
berkah tersendiri bagi playmaker murni Kolombia ini. Pesona Kolombia
terpancar atas lima gol yang sudah ditoreh pemain termahal Ligue 1
Prancis itu saat dibeli Monaco dari Porto.
Melawan Brazil di perempat final yang
artinya sudah mencapai langkah lebih maju Kolombia sepanjang masa,
Kolombia diunggulkan atas dasar pesona mereka di empat pertandingan yang
dirain dengan hasil sempurna. Inilah kebanggaan Kolombia yang patut
dicemaskan publik Brazil. Mungkinkah tim yang sedang on fire ini
menjadikan Brazil sebagai mangsa mereka selanjutnya di era emas ini?
Fans Brazil bisa saja berkilah kalau
pencapaian Kolombia diraih atas tim semenjana. Namun perlu diingat pula
bahwa Brazil juga menemui tim semenjana lainnya di time line mereka
namun senantiasa kesulitan. Menarik menyaksikan dua tim Lati yang
sama-sama menyingkirkan tim Latin lainnya di 16 besar ini. Keduanya
memang sudah sering bertemu di ranah Conmebol dengan keunggulan mutlak
bagi Brazil. Namun jangan bicara masa lalu dalam pertandingan, saat ada
era hebat di Kolombia, maka mudahnya peluang masih 50:50 sebelum laga
ini digelar.
Bicara nilai historis memang Brazil
unggul, namun Football-Indonesia.net tak menemukan sinkronisasi
historisme Brazil dengan pengalaman para punggawanya. Bukankah deret
anak muda Brazil dalam diri Oscar, Neymar, David Luiz, dll jua baru
berdebut di piala dunia? Faktor tuan rumah juga bisa jadi bumerang bila
malah mengintimidasi para atlet di lapangan. Kolombia sendiri juga tak
lepas dari faktor nonteknis. Euforia delapan besar tak boleh memengaruhi
mereka secara negatif. Menarik menyaksikan laga ini pada Sabtu (5/7)
dinihari WIB.
Prediksi FI
Brazil 0-Kolombia 1
Tidak ada komentar:
Posting Komentar