Minggu, 06 Juli 2014

Testimoni Seorang Relawan Jokowi-JK

Repost dari urai awal saya di Kompasiana, 07 July 2014 | 06:42


Testimoni Seorang Relawan Jokowi-JK



Suasana Sabtu sore di SUGBK

Sabtu siang kemarin saya dan beberapa teman dari media massa tempat saya pernah bekerja menyempatkan diri membuang semua atribut dunia pers untuk hadir di kampanye Jokowi-JK di SUGBK dalam Konser 2 jari yang megah. Tak ada tuntutan pekerjaan di dalam kehadiran di SUGBK, semua semata karena kami punya sosok jagoan yang sama dalam Pilpres 2014: Jokowi-JK.

Sebelum kami berkumpul, hanya berkat urai selama ini di sosmed semata kami menginventaris rekan yang sehaluan untuk bersama hadir mendukung Jokowi-JK. Coba saling kontak, kami berjanji untuk berkumpul di depan TVRI sebelum masuk bersama menghadiri kampanye terakhir Jokowi-JK di Jakarta.

Sekitar pukul 15.30 setelah saling bertemu kami semua masuk stadion terbesar di Indonesia tersebut. Sempat celingak-celinguk, kami disambut orasi menggebu dari Surya Paloh. Setelahnya deretan artis menghibur kami dengan lagu-lagu yang mereka gubah sedemikian rupa untuk mendukung Jokowi-JK. Saya tertegun saat /rif menyendungkan “Radja” untuk ketiga kalinya secara langsung dalam hidup saya. Dua kali sebelumnya “Radja” itu saya saksikan di pensi kala SMA dulu.

Saya heboh sendiri kala deretan artis yang berikutnya muncul dan secara yakin mereka menyatakan dukungan penuh pada sang alon yang diusung. Rupanya mereka ini tak takut kehilangan job ataupun kesempatan bila haluan politiknya diketahui masyarakat. Semuanya dengan berani berikrar mendukung Jokowi, dan secara pasti menyatakan tak dibayar di penampilan mereka sabtu sore ini.

Artis yang muncul sore itu tampak sekali sedang beraksi tanpa pesanan tertentu. Semua bicara lepas dan tak hendak menutupi apapun. Saya seru sendiri saat “kompatriot” sekampus saya Jiung berkelakar kecil dengan Indra Bekti. Walau sedikit “alay” Indra Bekti cukup menyemarakkan suasana Sabtu sore itu. Lucu lagi saat Soleh Solihun berkelakar tentang sindiran kubu lawan yang menggunakan diksi “lapak sebelah”. Gaul pisan eui, persis bahasa kaum Kaskus. Sedikit kekanakan namun cerdas kala Bekti mengajak semua yang hadir mengunggah foto di akun sosmed masing-masing dengan alasan supaya kubu lawan percaya dan tak mengolok-olok foto kita hasil “sotosop”, hahahaha…. Deret artis berikutnya juga tampil apa adanya. Geli sendiri lihat aksi Dimas Djay yang muncul di mistar lampu panggung dengan nekad sambil beberapa kali foto selvi.

Wew, mereka tak takut yah tampilkan wajah politik mereka, ups adinda saya di SMA, Giring Nidji, juga ikutan…. Wew, sambil mendukung asik juga dihibur para artis top yang tak munafik. Kenyataan ini mendebarkan saya yang bukan siapa-siapa yang selama ini malu-malu menunjukkan orientasi politik saya, walaupun jelas saya beberapa kali menulis dukungan atas Jokowi.

Acara berjalan dengan semarak dan seakan lancar dengan aksi para artis yang berseliweran dengan segala komentar dan puja-puji pada calon yang didukung. Setelah orasi singkat Puan Maharani dan pidato Muhaimin Iskandar plus tausiah dari seorang pemuka agama yang tak saya ingat namanya maka tampillah Slank dengan pesona mereka yang dinanti banyak yang hadir sore tadi.

Sungguh berdebar dada saya penuh semangat kala Slank membuka penampilannya dengan Mars Slankers yang sungguh membakar jiwa “rela” kami hadir mendukung Jokowi. Lirik itu sungguh hebat: “Di sini tempat cari senang, salah tempat kalau mau cari uang, di sini orang-orang penuh kreativitas….”

Sepertinya Slank benar-benar merencanakan aksinya dengan hebat sebagai pembuka penampilan Jokowi. Lagu kedua “Virus” seakan mengajak masyarakat untuk mau mencoba mengenal Jokowi dan mendukungnya dengan tulus. Lalu muncullah Jokowi di lagu fenomenal yang dinanti, “Salam Dua Jari”. Lagu ringan yang menarik ini mengiringi Jokowi menemui puluhan ribu massa pendukungnya yang tumpah ruah di lapangan yang rumputnya ditutupi lapisan fiber itu. Sementara massa di tribun menyambut dengan aksi ombak berulang kali.

Tibalah momen itu, pertama kalinya bapak kurus yang saya dukung untuk jadi presiden ketujuh RI itu muncul di hadapan saya. Masuk sambil berlari dengan mengacungkan dua jarinya seperti seorang striker yang baru mencetak gol, Jokowi muncul dengan penuh semangat dibalut kesederhanaan wajahnya. Persis berhadapan lurus di depan saya yang berdiri di depan pagar yang mengurung kameraman di tengah lapangan, seolah Jokowi betul-betul bicara dengan saya walau terpaut jarak puluhan meter.

Pesona sang pemimpin itu betul-betul merasuk saat dia membacakan maklumatnya. Walau saya tahu itu pasti disusun tim khusus, namun jelas sekali bila maklumat itu sebuah citra asli Jokowi. Salamnya dalam pembuka yang menyatakan kehormatannya berdiri di depan kami dan berterima kasih pada kerelaan semua yang hadir seakan membayar setiap usaha yang pernah kami semua lakukan (sekecil apapun). Secara personal seakan Jokowi menghargai semua yang pernah saya lakukan. Sisi romantis hati saya berujar, “Jadi Bapak menghargai tulisan saya beberapa kali itu juga yah dengan ucapan itu. Sungguh terbayar dengan harga puluhan kali lipat semua yang saya tulis tanpa pesanan khusus itu. Hadir di depan Anda sore ini juga saya tak mengharapkan sepeserpun uang dari timses, bahkan keluar uang buat beli bensin sendiri, dan Bapak mengucapkan terima kasih untuk semua kerelaan itu, dahsyat!!”

Kutipan lain dari maklumat cerdas itu adalah saat Jokowi mengatakan, “Untuk adikku para generasi muda, izinkan kakakmu ini berjuang balablabla…….” Wew, betul-betul membakar rasa persaudaraan bagi semua relawan yang hadir. Entah itu disusun orang sesantun Anies Baswedan atau siapapun, yang jelas sebagai pengajar bahasa Indonesia selama 10 tahun saya bisa katakan gaya bahasa yang dipakai sungguh jempolan. Tak panjang dan heboh, namun cukup membakar hati.

Menutup maklumatnya dengan ajakan tak melakukan segala cara demi kemenangan tapi mengajak kami terus berdoa dan punya pengharapan, Jokowi pergi meninggalkan panggung dengan mengacungkan dua jari tanda kemenangan. V for victory terjadi, setidaknya buat kami para relawan, Jokowi telah memenangkan hati kami.

Panpel seakan tak ingin semua dilangsungkan secara membabi buta, Alwi Syihab menutup acara denga tausiyah dan doanya untuk siap menang dan siap kalah di 9 Juli nanti. Dan saya ingat doa itu. Menang artinya pekerjaan besar menanti buat pimpinan dukungan kami, namun kekalahan akan dijalani tetap dengan besar hati untuk kedamaian negeri ini, Indonesia.

Acara bubar sembari menanti saat berbuka puasa. Air mineral, dua potong roti, dan sebiji kurma dibagikan relawan di pintu keluar stadion untuk takjil. Kami bisa berkeliling SUGBK sambil menanti saat berbuka puasa dan melihat beberapa panggung kecil yang bertebaran di luar stadion terus mementaskan aksi relawan lain dalam nyanyi orasi atau foto bersama. Sungguh sore yang seru.

Namun kehebatan Jokowi belum berhenti sampai di sana. Tiba di rumah, televisi sudah menanti dengan debat akhir para capres. Sunggu saya salut dengan stamina Jokowi sepanjang hari ini yang masih penuh konsentrasi di debat itu.

Saya menonton debat pertama, ketiga, dan Sabtu malam kemarin. Sekali lagi sebagai guru bahasa Indonesia dan korektor/editor bahasa saya yakin sekali pada kejujuran dan kehebatan Jokowi dalam setiap pernyataannya. Anda boleh mendebat tentang isi ucapannya, namun jelas dia bicara hal yang konkret dan tak bias-normalis untuk pencitraan.

Setelah tampil mengejutkan di debat pertama, hebat dengan urai panser dan drone di debat ketiga, di debat akhir ini Jokowi menunjukkan aksi hebatnya bersama Jusuf Kalla. Nampak jelas bahwa lawan tak sesiap mereka dalam materinya. Kalau bisa saya jadi penilai, tanpa embel-embel relawan Jokowi atau Prabowo, guru bahasa Indonesia dari manapun pasti sama: Jokowi-JK menang lomba debat malam itu.

Mementahkan tudingan lawan hanya dengan “Bapak salah dengar” dan pertanyaan ngaco Hatta Rajasa soal kalpataru jelas sebuah langkah taktis yang memukul telak pasangan lawan yang seolah tak punya amunisi. Saya bertanya-tanya, apa kubu Prabowo-Hatta tak punya tim untuk mempersiapkan debat ini?

Kebesaran Jokowi muncul saat dia seolah menurunkan tempo saat JK dengan telak memukul pasangan lawan dengan tudingan “mafia-maling” yang tak bisa ditampik. Namun sayang Pak Prabowo tak menghargai aksi mengalihkan pembicaraan demi turunnya tensi oleh Jokowi dan malah menyerang balik dengan mencoba membuka kelemahan Megawati. Astaga, ini Jokowi yang jadi lawan, bukan Megawati.

Jusuf kalla (JK) juga pasangan yang hebat untuk Jokowi. Terbukti dia tak bisa didikte Prabowo-Hatta soal kontrak karya dan apapun itu. Soal Tangguh juga dikuasai ternyata dan langsung memukul balik ucapan Hatta dengan persetujuannya untuk investigasi soal Newmont yang tentu jadi aib menko perekonomian yang adalah….. Hahahay.

Okelah saya sudahi cerita saya yang harus menunggu lama buat saya unggah. Semoga semua sadar siapa yang lebih pantas. Siapa yang jelas lebih santun (Jokowi). Siapa yang lebih banyak bekerja (Jokowi). Siapa yang lebih banyak mengalah (Jokowi). Siapa yang lebih banyak diam kala difitnah (jokowi). Siapa yang lebih menguasai lapangan (Jokowi). Dan siapa yang lebih pantas jadi presiden (Jokowi).

Penutup dari saya. Semua sudah diusahakan. Semua sudah dikerjakan. Saya berdoa untuk kemenangan Jokowi-JK pada Tuhan. Ini bukan karena saya mengangap Jokowi malaikat atau apa, tidak. Tak karena benci Prabowo, tidak (yang saya benci adalah cara-cara tim suksesnya yang arogan walau kubu lawan juga bisa tohok balik kubu saya dengan cerita yang sama). Semua semata karena saya menghargai prestasi, langkah, dan kerja nyata seorang Jokowi selama ini. Tak sepeserpun saya dibayar, tak ada perjanjian yang akan menguntungkan saya bila Jokowi jadi presiden. Semua hanya karena saya lebih percaya Indonesia akan lebih baik ditangan Jokowi.

Bedoa pada Tuhan wahai semua relawan dan Pak Pak Jokowi. Kita semua telah berusaha. Tinggal menyerahkannya pada Tuhan. Tuhan tak bisa dicurangi. Tuhan tahu apa yang terbaik. Dan bila memang Pak Jokowi harus kalah sekalipun, itu hanya karena Tuhan yang berkehendak. Biar kita siap untuk sakitnya kekalahan sekalipun. Setidaknya kita sudah mencoba. Semoga Indonesia bijak memilih pemimpinnya.

Jadi, tak boleh ada anarki 9 Juli nanti. Semua harus bisa menahan diri. Berdoa-berdoa-berdoa. Untuk calon presidenmu dan untuk negeri ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar