Minggu, 26 Februari 2012

cerita varian sepakbola

Kemarin malam tentu beberapa dari kita terhibur dengan aksi Starbol di RCTI. berangkat dari hadirnya nama-nama tenar bintang-bintang dunia, perhatian pun sejenak dihamparkan ke layar kaca.
Menghibur sesungguhnya, namun sayang tak menguntungkan nampaknya buat panitia penyelenggara melihat animo penonton di Istora tak meriah. Deret kursi kosong menjadi saksi bisu penampilan bintang dunia masa lalu yang coba menghibur masyarakat kita dengan aksinya. Sayang aksi Davids, Pires, Materazzi, Canavaro, Denilson, dan Amaral plus bintang-bintang lokal macam Kurniawan, Bimasakti, Okto Maniani, atau Kim Kurniawan itu hanya begitu saja lewat. Beberapa memang menonton dari televis, namun jelas kemeriahannya tak ada.
Kenapa? karena 2 sebab menurut saya.
Pertama, karena bangsa kita tak memiliki ketertarikan dengan laga-laga eksebisi. Ingat aksi bintang dunia model Dunga yang hadir dalam event XL untuk pengumpulan dana korban bencana Aceh, jua aksi "Milan Tua" lawan bintang2 timnas masa lalu, jelas eksebisi bukanlah sebuah event yang mengundang animo.
Kedua, event semalam tak dilangsungkan di lapangan hijau. Meski anak2 muda negeri ini berhasil dipropaganda akan olahraga miniatur sepakbola bernama futsal, masyarakat pada umumnya tetap menyatakan sepakbola lapangan hijaulah yang benar2 punya nyawa untuk dijadikan tontonan. Lihat saja turnamen2 futsal, sebesar apapun kemeriahannya, takkan pernah ada GOR penyelenggaraan yang penuh sesak saat laga final digelar, yah kira2 hanya seperti isi istora semalam deh. Futsal mungkin alternatif buat olahraga, tapi bukan sebagai tontonan.
Lebih dari itu, yang digelar dalam laga Starbol semalam bukan futsal, tapi indoor soccer.
Banyak orang Indonesia mungkin (apalagi anak gaul masa kini) mengira varian dari sepakbola yang paling mendunia adalah futsal. Bisa saja ya memang karena ada Piala Dunia-nya. Tapi, di negara seperti Brasil dan Eropa, bukan cuma futsal yang berkembang. Ada 2 lagi yang saya tahu, semisal indoor soccer dan sepakbola pantai.
Kalau pernah main konsol Sega, di Fifa '97 ada pilihan main indoor/outdoor sebelum memulai permainan, jadi indoor soccer semodel laga Starbol semalam sudah lebih dulu dipopulerkan.

Mungkin game model futsal bisa juga dipadankan dengan game Nintendo lama banget berjudul "Soccer" yang orangnya cuma 5/6 satu tim, tapi tampaknya itu bukan pengejahwantah olahraga futsal sebagai varian sepakbola di video game.

Buat saya itu lebih pada keterbatasan grafis saat itu dalam membuat game. Jadi futsal bisa dibilang populer di negeri ini, tapi belum tentu di dunia.
Eric Cantona selepas pensiun awal-awal juga pernah jadi duta olahraga varian sepakbola bertajuk "sepakbola pantai".

Di Jakarta sempat juga populer olahraga ini dengan nama "sepakbola pasir", yang bisa dimainkan di Senayan sebelum propaganda futsal merajalela.

Singkatnya, dalam catatan ini saya mau bilang, varian sepakbola itu cukup banyak. Dengan konsep 2 gawang yang masing-masing dijaga dan diserang, maka varian sport game ini makin luas, karena basket, hoki, polo air, atau main pukul2an pin di meja listrik ala game center juga masuk. Sebagai varian sepakbola, baik indoor soccer, bola pasir, atau pun futsal bisa saja sebagai sarana penyaluran hobi, namun seperti sebelumnya, saya mau ingatkan: sepakbola tetap sepakbola, dan variannya bukan real soccer. Bangsa ini belum mau menerima, dan nampaknya takkan bisa menerima.

Saran saya pada merbaknya futsal saat ini: wahai anak muda, kembalilah ke sepakbola. Mana mungkin kalian mengembangkan bakat tenis di atas meja pingpong. Bila hobi sepakbola, bermainlah sepakbola lapangan asli, 11 vs 11. Terganggu dengan keterbatasan lahan? Usaha dong, jangan mau terpropaganda, yang akhirnya buat para anak muda bangsa terima saja diberi lahan seadanya sama pengembang untuk lahan olahraga, senang, dan tak pernah main bola lagi. Futsal boleh saja buat iseng, tapi takkan mengembangkan keterampilan bersepakbola, tak ada offside di sana, tak ada upan lambung bertenaga di sana, dan tak ada sukacita suporter sesungguhnya di lapangan beton itu (walau sudah dikarpeti rumput sintetis).

Monday, 27 February 2012 at 00:31

Tidak ada komentar:

Posting Komentar