beberapa tahun lalu, saat memposting ironi keterbelakangan negeri ini di
forum yahoogroup teman2 sekolah, banyak komentar pedas yang masuk.
rata2 mereka menafikan ironi itu dengan tetap berpandangan ke atas pada
sebuah optimisme sebagai anak muda, dan sengaja atau tidak tak peduli
dengan tempat berpijak di bawah yang penuh hal menjijikkan. sebetulnya
saya sadar, mereka tidak salah. mereka tentu lebih tertarik untuk terus
berjuang dan bergerak ketimbang diam menangisi kebobrokan yang ada.
optimisme anak muda memang harusnya demikian. pribadi yang skeptis namun
terus berusaha maju memang aksi nyata, ketimbang kehati-hatian yang
apatis. walau detail, apa gunanya bila tak ada aksi nyata.
oke, dan hari ini, lagi2 saya merasa akan bercerita dengan muatan
ironi. entah akan apa komentar yang muncul. mungkin malah tak ada
komentar lagi karena tak terbaca, notabene teman2 yang biasa mengkritisi
sudah berlarian ke sosial media tetangga, twitter.
***
negeri ngeri, dua kata itu cuma beda jumlah hurufnya saja. fonem
yang ada sama 5, beda urutan juga pembeda deh. itu cuma pilihan estetik
saja.
negeri ini mengerikan sesungguhnya bila ditelisik. pemimpinnya sudah
tidak amanah, lihat berapa banyak penghujatnya. namun pemimpin negeri
ini tak terganggu kondisi itu. betapapun dihujat, bak anjing
menggonggong, mereka tetap menjalankan semua kebijakannya.
kepemimpinan yang tak amanah itu bisa berjalan terus karena rakyat
yang membenci lebih memilih skeptis, yang penting perut terisi. rakyat
sudah bosan berjuang untuk kesiasiaan yang statis. tapi, di sinilah
penyakit baru muncul.
rakyat yang adem-ayem menjalani regulasi otak yang tak amanah malah
terus disudutkan dengan anggota tubuhnya yang lain yang jadi regulator
partikelir atas kegiatan premanisme. dan belakangan, premanisme itu
makin brutal bekerja membusuki organ2 dalam tubuh sang rakyat.
kini, soal sepakbola saja pemerintah tak bisa bertindak tegas,
apalagi soal menindak premanisme yang ternyata akarnya begitu dalam dan
aksinya menyeramkan. begidik saya, bagaimana anda?
Tuesday, 28 February 2012 at 16:53
Tidak ada komentar:
Posting Komentar