akhirnya pingin corat-coret lagi. selain sepakbola, saat ini memang
tak terbersit berbagi cerita apapun dari dunia masalah lainnya. masalah
rusuh di inggris telah lewat, ramai lagi israel-palestina juga mulai
redam, namun berita khadafi yang hendak jatuh pun tak menyita perhatian.
dari dalam negeri, nazaruddin dan masalah nurpati cuma berputar2 tanpa
ujung. okelah, yuk cerita soal bola.
bola lokal di level kompetisi
antarklub memang sedang gonjang-ganjing pasca-usaha profesionalisasi
kompetisi pssi arahan afc, jadi cerita yang lebih menarik tentu
persiapan timnas berlogo garuda di dada untuk mengadu peruntungan
perebutan tiket ke brasil 2014.
kamis lalu kita terhenyak dengan
aksi timnas senior yang melempem di solo. menghadapi adik2nya yang
under-23, fu15 dkk cuma bisa bertahan dengan skor satu hasil penalti
semata. bila saja gol bepe tak dimulai dari tiitik putih, ada
kemungkinan boas dkk takluk di hadapan kawula kim jefri kurniawan cs.
permainan timnas sungguh tak berpola, namun bisa dimaklumi karena tim
utama hanya dapat kesempatan 45 menit. tim u-23 di bawah rahmat darmawan
juga mulai menjanjikan. kalau semangat di hadapan tim senior sukses
dipertahankan, bukan hal mustahil garuda muda meraih emas sea games. di
level olimpic asia tenggara itu jelas malaysia, singapura, atau thailand
tak sesiap timnas seniornya.
semalam timnas kembali
mempertontonkan kebuntuan di paruh pertama. beruntung gol palestina di
awal babak kedua masih bisa terbalas dengan gol-gol yang sebenarnya tak
terlalu berpola. anak2 asuh wim rijsbergen memang belum padu dalam skema
baru hasil peninggalan boas yang misterius. pertahanan timnas juga
mengkhawatirkan jelang berhadapan dengan iran, qatar, dan bahrain.
satu
kesempatan lagi berbenah sabtu nanti di yordania. yang jadi pertanyaan,
bagaimana timnas yang tanpa pola pasti ini berjalan tanpa "one man
show" boas salossa yang mendadak hilang. riedl memang berhasil tanpa
boas, tapi kondisi terkini masih membutuhkan boas. kita tunggu waktu
yang tersisa tuk garuda mengasah cakar dan paruhnya!
namun, di waktu yang tersisa mungkinkah wim punya jalan keluar?
menyiapkan
pola yang pas memang sangat subjektif, namun bermain bola2 panjang
menghadapi pemain2 berdarah arab yang tinggi besar jelas sebuah usaha
yang tak berguna.
balik lagi ke soal boas, riedl sudah punya
masalah ini sejak lama. tak hanya boas, okto dan tibo juga berulah di
timnas u-23. melihat latar belakangnya, memang perlu pendekatan yang
lebih sesuai untuk pemain timnas berdarah papua. kita memang bisa
mempertanyakan nasionalisme pemain2 berdarah papua itu, tapi kita tak
bisa begitu saja menghakimi. bila kita ada di posisi yang lebih paham
mungkin kita bisa punya penilaian yang lebih objektif.
jangan
bicara soal nasionalisme juga sih, kalau kita juga kadang tak merasa
bangga pada negara ini atau merasa sebangsa dengan orang2 di sisi kita
yang beda suku, ras, atau agama. sungguh ini subjektif sekali.
pendekatan lebih lanjut harus diolah tim wim.
roy keane pernah
meninggalkan timnas irlandia di piala dunia, mido pun kabur dari timnas
mesir di piala afrika, jadi cerita mangkirnya pemain timnas bukan hal
baru. hanya saja hal yang melatarinya punya kisahnya masing2.
kita
berharap mimpi besar itu tetap terjaga. ketika banyak orang mulai
mendukung timnas di aff cup lalu saya masih curiga atas dukungan
musiman, tapi setelah kita kalah dan kita masih tetap mendukung timnas
artinya kita memang punya cinta yang sama pada timnas garuda merah
putih. mungkin kesangsian saya hanya karena banyak orang baru mencintai
di era gonzales, sedang saya memulainya di era ansyari lubis.
timnas panaslah; u-23 berprestasilah; u-21, u-19, u-17, dan generasi selanjutnya mari beri warna negeri di globe!
dari peri ke widodo
dari widodo ke rocki
dari rocki ke kurus
dari kurus ke bepe
dari bepe ke boas
dari boas ke budi
dari budi ke saktiawan
dari saktiawan ke gonzales
dari gonzales ke bachdim
dari bachdim ke syamsir alam
dari syamsir alam ke indonesia, GOLLLL....!!!!!
Tuesday, 23 August 2011 at 09:34
Tidak ada komentar:
Posting Komentar