sudah lazim bila ada pertandingan di liga yang dijadikan karakter isi laga adalah suku dari tempat klub berasal. maka kalau yang tanding semen padang vs sriwijaya fc, yang dikatakan sedang berhadap-hadapan adalah orang minang lawan palembang. pun persipura vs psm makassar misalnya, yang terbayang adalah etnis papua vs bugis. sepakbola indonesia penuh rasisme sesungguhnya, namun karena tak seheboh itu pemberitaannya maka rasisme di sepakbola dalam negeri dianggap biasa.
tapi sekali2 datanglah ke stadion sebagai pendukung tim tamu yang minoritas dari etnis tertentu, baru rasisme terasa menyesakkan. paman saya merasakan sendiri kala mengajak saya nonton laga pelita jaya vs psms di lebakbulus sekitar 1997 akhir. saya mungkin maklum, tapi jelas jengah buat dia saat kata "batak taek" diteriakkan the metropolis waktu itu. jakmania saat itu belum sebesar sekarang. pun saat menonton psp melawan persija di era 2000, teriakannya adalah "bantai padang".
saya baru 1x menginjakkan kaki di medan. pulang kampung pun sudah 19 tahun lalu terakhir, dan atas nama fanatisme kedaerahan (mungkin rasis atau bahkan chauvinisme) saya mendukung ayam kinantan di liga domestik sepanjang sejarah, bahkan sampai rela ke bandung tuk mendukung. entah motivasi ini salah atau apa (walau mungkin masih kalah fanatik dengan rekan suporter lainnya), tapi anda bisa berpikir kenapa para pemuda bisa begitu fanatis mendukung klub sepakbola (tak pernah ada pendukung fanatik klub basket, klub bulutangkis, atau klub beladiri). rasis?
lanjut lagi:
teman saya bilang, di tribun stadionlah pemuda masa kini bebas berekspresi. dan mencari rekan berbuat anarkis, di sini tempat yang sempurna. dengan kesamaan saya dan rekan sesama pendukung (ditambah pula dari etnis serupa), siapapun mau melawan yuk mari coba adu kekuatan.
kadang tak jadi soal kalah dari klub beretnis a, b, atau c. tapi, untuk etnis lawan utama jangan sampai. kalah di lapangan akan dicoba rematch di jalanan. bahkan rasisme model ini makin nyata kala suporter mulai diorganisir dalam organisasi yang coba bertindak modern dan universal. coba lihat etnis apa yang berhadap2an dengan nama persatuan suporter sekalipun. terkadang memang rasisme makin kompleks kala fanatisme kedaerahan makin terbelah jadi fanatisme kekotaan. jangankan suporter dari suatu daerah yang berasal dari etnis yang sama, suporter tim sekota pun bisa pecah.
saat2 ini rasa2nya tidak ada yang benar2 berupaya mencegah rasisme atau mungkin anarkisme di sepakbola terus berkembang.
liga mulai kacau dengan adanya isl dan lpi. di lpi kini malah ada 2 tim asal medan "chief" dan "bintang", tapi di lpi fanatisme itu belum merasuk. saya tetap hijau kinantan di liga kelas2nya si nurdin.
kalau begitu, bisakah kita pusi liga si arifin? siapa tahu rasisme kedaerahan itu bisa diredam dan dijaga untuk sebuah kompetisi yang sungguh profesional? entahlah.
mungkin bagus buat liga tanpa rasisme, tapi tanpa fanatisme kedaerahan sesungguhnya hambar kompetisi itu. serba salah memang.
mungkin karena rasis saya jadi pendukung psms, tapi malam ini saya masih bisa berbangga. psms menang lagi semalam rupanya. laga tandang pula.
rindu ada laga psms di isl (betapapun buruk liga si nurdin ini).
hari ini kongres nurdin dimulai, saya gak ambil pusing soal itu. sudah capek!
yang jelas saya ingin nonton laga isl lagi. walau rasis, saya ingin psms bisa kembali menggelar tur maut sumatera bagi tim tamu. rasis rasanya, tapi seru bila psms bisa mengalahkan persija, persib, persebaya, arema, psm, persipura, atau sriwijaya.
bila kau anak medan... ck3.
teman saya bilang, di tribun stadionlah pemuda masa kini bebas berekspresi. dan mencari rekan berbuat anarkis, di sini tempat yang sempurna. dengan kesamaan saya dan rekan sesama pendukung (ditambah pula dari etnis serupa), siapapun mau melawan yuk mari coba adu kekuatan.
kadang tak jadi soal kalah dari klub beretnis a, b, atau c. tapi, untuk etnis lawan utama jangan sampai. kalah di lapangan akan dicoba rematch di jalanan. bahkan rasisme model ini makin nyata kala suporter mulai diorganisir dalam organisasi yang coba bertindak modern dan universal. coba lihat etnis apa yang berhadap2an dengan nama persatuan suporter sekalipun. terkadang memang rasisme makin kompleks kala fanatisme kedaerahan makin terbelah jadi fanatisme kekotaan. jangankan suporter dari suatu daerah yang berasal dari etnis yang sama, suporter tim sekota pun bisa pecah.
saat2 ini rasa2nya tidak ada yang benar2 berupaya mencegah rasisme atau mungkin anarkisme di sepakbola terus berkembang.
liga mulai kacau dengan adanya isl dan lpi. di lpi kini malah ada 2 tim asal medan "chief" dan "bintang", tapi di lpi fanatisme itu belum merasuk. saya tetap hijau kinantan di liga kelas2nya si nurdin.
kalau begitu, bisakah kita pusi liga si arifin? siapa tahu rasisme kedaerahan itu bisa diredam dan dijaga untuk sebuah kompetisi yang sungguh profesional? entahlah.
mungkin bagus buat liga tanpa rasisme, tapi tanpa fanatisme kedaerahan sesungguhnya hambar kompetisi itu. serba salah memang.
mungkin karena rasis saya jadi pendukung psms, tapi malam ini saya masih bisa berbangga. psms menang lagi semalam rupanya. laga tandang pula.
rindu ada laga psms di isl (betapapun buruk liga si nurdin ini).
hari ini kongres nurdin dimulai, saya gak ambil pusing soal itu. sudah capek!
yang jelas saya ingin nonton laga isl lagi. walau rasis, saya ingin psms bisa kembali menggelar tur maut sumatera bagi tim tamu. rasis rasanya, tapi seru bila psms bisa mengalahkan persija, persib, persebaya, arema, psm, persipura, atau sriwijaya.
bila kau anak medan... ck3.
Saturday, 26 March 2011 at 03:59
Tidak ada komentar:
Posting Komentar